Sosok : Yanuri dan Kentrung

Seri SOSOK

Di Rubrik Kompas ada salah satu Kolom Artikel yang sangat saya sukai, yaitu artikel  mengenai SOSOK.  Banyak hal yang bisa dipelajari dari Artikel Sosok ini.  Semangat Pantang Menyerah, Kreatifitas, Tidak Pernah Putus asa dan Menjadi Perintis dan Pelopor serta Pewaris di bidangnya.

Yanuri - Kentrung
Benteng Terakhir Kesenian Kentrung Blora

”Uluk salam miwah, ya mas. Bethari iman pelaku. Khalifah Allah sangate. Ya rahimin bumine Allah. Ya rahimin bumi  kawulo. Nek kawulo, kawulo Allah. Kawulo sakdermo kondho. Kawulo sakdermo cinarito,” 

Yanuri (57) kini menjadi benteng terakhir yang menjaga eksistensi kentrung blora. Selain dia, tidak ada lagi seniman kentrung yang masih aktif di Blora.


Kentrung adalah seni tutur yang dinyanyikan dengan iringan rebana. Kesenian ini menjadi sarana untuk menyebarkan nilai-nilai kehidupan, keagamaan, sampai program pembangunan pemerintah.  Salah satu ciri  khas kentrung di Blora dan sejumlah daerah lain di Jateng adalah satu orang memainkan sendiri tiga rebana, seperti yang  dilakoni Yanuri.

Biografi
Nama  : Yanuri
Lahir   : Blora, 17 Agustus 1963
Anak   : 1
Pendidikan: SD Negeri Sendaggayam, Banjarejo, Blora

Mengenakan atasan batik dan celana pendek di rumah salah satu keponakannya di Desa Sendanggayam, Kecamatan  Banjarejo, Blora, Jawa Tengah, Rabu (26/5/2021), Yanuri menunjukkan permainan kentrung dengan tiga rebana yang biasa ia mainkan saat tampil di pentas. Satu rebana digeletakkan di kursi, satu ditidurkan di dekat paha, dan satu lagi, yang terbesar dengan diameter 40 cm, didirikan di atas pahanya.

Dengan luwes, jemari tangan kiri Yanuri menabuh ketiga rebana secara bergantian hingga membentuk irama. Selepas intro, matanya terpejam. Sejurus kemudian, lantang terdengar tuturan syair yang mulai terlontar dari mulutnya.

Kesenian kentrung di Jawa Tengah terancam punah lantaran tinggal segelintir orang yang masih memainkannya. Di Blora, Yanuri (57) menjadi salah satu benteng terakhir yang menjaga kentrung dengan sekuat tenaga.

”Uluk salam miwah, ya mas. Bethari iman pelaku. Khalifah Allah sangate. Ya rahimin bumine Allah. Ya rahimin bumi  kawulo. Nek kawulo, kawulo Allah. Kawulo sakdermo kondho. Kawulo sakdermo cinarito,” 

Syair itu merupakan salam pembuka dari lakon Babad Tanah Jawa yang berkisah tentang Kerajaan Tuban, tempat Adipati Wilwatikta. Lakon ini sering dibawakan Yanuri setiap tampil. Di luar itu, ia membawakan kisah-kisah nabi, para wali, dan lainnya yang ia hafal di luar kepala.

lima rebana yang digunakan sebagai simbol untuk mengingatkan orang agar jangan sampai menghilangkan dasar lima perkara (lima sila) Pancasila. Bagi umat Islam, hal itu sebagai pengingat agar jangan sampai melupakan kewajiban salat lima waktu.

"(Lakon) bergantung permintaan yang nanggap dan menyesuaikan di mana pentasnya. Saat pentas, juga bisa diselipkan apa yang ingin disampaikan dalangnya. Dalangnya ,ya, saya," kata Yanuri yang meneruskan kentrung dari bapaknya, Sutrisno.

Yanuri menuturkan, dulu bapaknya memainkan lima rebana, sebelum kemudian menjadi tiga saja. Menurutnya, secara fisolofis, lima rebana yang digunakan sebagai simbol untuk mengingatkan orang agar jangan sampai menghilangkan dasar lima perkara (lima sila) Pancasila. Bagi umat Islam, hal itu sebagai pengingat agar jangan sampai melupakan kewajiban salat lima waktu.

Mengikuti Jejak Sang Bapak

Yanuri menuturkan, Bapaknya yang berasal dari Gubug, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, mulai mengentrung pada 1950-an, selepas mondok di Kabupaten Demak. Adapun Yanuri mulai ikut menemani Bapaknya pada 1980-an. Sang Bapak tidak pernah mengajarkan kentrung secara khusus kepada Yanuri. Ia belajar hanya dari melihat dan mendengar lakon yang dibawakan Bapaknya saat pentas.

Tahun 1980-an, lanjut Yanuri, banyak permintaan tampil dari luar kota seperti Surabaya, Semarang, Yogyakarta, hingga Jakarta. "Dulu ke mana-mana kami berdua pakai bus. Kalau ada yang manggil  di Semarang, jam sembilan pagi kami sudah berangkat, untuk jaga-jaga. Kalau tampil atau mentas, kan, biasanya malam sampai dini hari," kenang Yanuri.

Ia  ingat betul ketika diundang oleh instansi pemerintahan, Bapaknya kerap menyelipkan pesan-pesan "sponsor" terkait program pembangunan. Para pengundang senang kalau program-program itu disampaikan di atas pentas.

Setelah Sutrisno meninggal pada 2003, Yanuri meneruskan jejak bapknya sebagai dalang kentrung. Ia mengaku sering teringat Bapaknya dan meneteskan air mata di atas pentas. "Saya ingat bapak bilang, kalau ada yang manggil, saya pasti bisa," ucap Yanuri yang merasa mendapat kekuatan khusus dari bapaknya sehingga terampil mengentrung.

Yanuri biasa tampil di acara hajatan, acara instansi pemerintah, atau di rumah tetangga yang ingin mendengarkan kesenian itu. Di Blora, kentrung juga berkaitan dengan nazar dan ungkapan harapan. Misalnya, ada orang ingin segera memiliki momongan, dia akan panggil kentrung.

Sekitar sepuluh tahun terakhir, lanjut Yanuri, peminat kentrung semakin berkurang seiring kian banyaknya alternatif kesenian lain. Dalam sebulan kadang ada panggilan lebih dari sekali, kadang tidak ada sama sekali. Peminat yang tersisa kebanyakan kalangan tua.

Yanuri menerima bayaran sekitar Rp 1 juta untuk tampil di wilayah Blora. Ia biasanya bermain semalam suntuk dari sekitar pukul 20.00 hingga 03.00. Khusus bagi yang memiliki nazar, ada tradisi khusus, yakni bedah kupat luar. Ada tambahan uang dalam ketupat. Jumlahnya tergantung si pengundang. Kini Yanuri bergantung pada orang-orang yang mengundangnya karena memiliki nazar.

” Kalau dulu, banyak yang mengundang, ya, karena mengundang saja, ingin lihat kentrung. Namun, sekarang kebanyakan, ya, karena ada keinginan tertentu, termasuk tetangga-tetangga sekitar,” ujarnya.

Pendapatan yang hanya sedikit dari pentas kentrung membuat Yanuri mesti mencari uang tambahan sebagai buruh tani dan pekerja serabutan. Itu pun hanya cukup untuk bertahan hidup. Untuk menebus  satu set rebana warisan ayahnya yang ada di tukang reparasi rebana sejak tiga tahun lalu, ia belum sanggup. Padahal jumlahnya ” hanya” Rp 700.000.

” Saya sudah berpesan ke yang membetulkan agar jangan dikemana-manakan dulu sebelum saya ambil,” kata Yanuri. Untuk sementara ia menggunakan rebana yang ada meski kondisinya pun sudah agak rusak. Ada bagian yang pecah pada kayu rebana yang besar sehingga suara yang dihasilkan tidak optimal.

Pandemi Covid-19 membuat Yanuri makin terjepit lantaran pentas kesenian dibatasi untuk mencegah kerumunan dan penyebaran Covid-19. Namun, hal itu tidak mengurangi  semangatnya untuk mempertahankan dengan sekuat tenaga kesenian kentrung.

Ia mengaku telah menyiapkan seorang keponakannya untuk menjadi penerus kentrung. Namun, untuk saat ini, si keponakan itu belum bisa mentas atau melakukan apa yang dilakukan Yanuri. "Nanti kalau sudah saya wariskan, bisa," tegas Yanuri penuh keyakinan.

Yanuri berharap pemerintah bisa memberikan dukungan agar kesenian langka ini bisa bertahan dan tidak punah. Yanuri sendiri berkeyakinan, meski kini banyak pilihan kesenian tradisi lain yang mungkin lebih populer, kentrung dengan segala kekhasannya tidak akan lenyap ditelan zaman.

Membaca kisah Pak Yanuri, serasa terharu.  Penggiat dan pelestari kesenian daerah satu persatu berguguran tanpa ada yang berusaha mewarisi.

Semoga di kesempatan berikutnya, muncul satrio piningit yang mewarisi dan mempertahankan Kesenian Kentrung seperti semangat Pak Yanuri.

Kompas 24 Juni 2021
Penulis Aditya Putra Perdana  


Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Sosok : Yanuri dan Kentrung"

  1. butuh gebrakan habis2an itu. sependek pengalamanku yg namanya kegiatan budaya kalo gak ada riuh2nya pemerintah gak bakal ngeh, kecuali sekali2 sekadar menuhi program

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul Bu, perjuangan untuk mengangkat kesenian dan budaya. Mesti dibantu dengan program pemerintah ya Bu. kalau hanya sekedar dari kelompok kesenian memang berat. Penghargaan setinggi tingginya untuk para perjuang seni budaya.Terima kasih masukannya Bu.

      Delete

Terima kasih atas kunjungan teman teman, semoga artikel bermanfaat dan silahkan tinggalkan pesan, kesan ataupun komentar.

Popular Posts