JEJAK GAJAH PURBA DI MUSEUM PURBAKALA PATIAYAM, KUDUS

MUSEUM PURBAKALA PATIAYAM, KUDUS



Informasi 

Dalam tulisan kali ini, saya akan membagikan pengalaman saya berkunjung ke Museum Purbakala Patiayam.  Museum ini merupakan salah satu lokasi yang saya ingin kunjungi saat baru menjadi warga pendatang Kota Kudus.  Tertarik karena adanya fosil gajah purba di tempat yang menurut saya kecil kemungkinan ditemukan di daerah ini. Sengaja saya menampilkannya dalam visual foto karena memang saya hobby fotografi.
Museum Situs Purbakala Patiayam
Berikut cerita Museum Purbakala Patiayam yang disajikan dalam berbagai foto yang saya abadikan dari koleksi museum dan keterangan banyak disampaikan oleh Ibu Siti yang sangat menguasai seluk beluk informasi tentang Museum Purbakala Patiayam.

Patung Gajah di pintu gerbang Museum Purbakala Patiayam, Kudus
  
Museum Patiayam merupakan museum purbakala yang terletak di kabupaten Kudus. Museum ini didirikan pada tahun 2005, tetapi wakti itu masih disimpan di Balai Desa Jekulo yang masih dalam keadaan sederhana. Baru tahun 2015 museum Patiayam di bangun gedung sendiri oleh bantuan pemerintah Kabupaten Kudus. 
Koleksi berbagai fosil temuan yang dipamerkan di Museum Purbakala Situs Patiayam

Koleksi museum Patiayam semakin hari semakin bertambah hal ini disebabkan oleh kesadaran warga untuk menyelamatkan benda purbakala yang ditemukan di bukit Patiayam. Bukit Patiayam sendiri menyimpan banyak sekali fosil yang masih tertimbun tanah, khususnya fosil binatang pada zaman plestosein.
Fosil Gading Gajah Purba, Stegodon trigonochepalus di  Museum Purbakala Situs Patiayam
Hasil koleksi museum Patiayam diantaranya Stegodon trigonochepalus (ajah purba), Elephas,sp (sejenis gajah), Rhinocecos sondaicus (badak), Bos banteng (banteng), Crocodilus,sp (buaya), ceruus zwaani dan cervus atau Ydekkeri martim (sejenis rusa), corvidae (rusa), chelonidae (kura-kura), suidae (babi hutan), Tridacna (kerang laut), Hipopotamidae (kudanil). 
Replika Fosil manusia purba homo sapien di Museum Purbakala Situs Patiayam

Selain fosil binatang ditemukan juga fosil manusia purba homo sapien. Akan tetapi fosil asli tersebut tidak dikoleksi di museum Patiayam melainkan dikoleksi
pada museum Geologi Bandung, sedangkan untuk bukti bahwa fosil jenis homo sapien tersebut ditemukan di situs Patiayam, dibuatkan sebuah replika manusia purba tersebut.
Replika Fosil manusia purba homo sapien di Museum Purbakala Situs Patiayam

Museum Situs Patiayam adalah museum khusus yang memamerkan berbagai peninggalan purbakala yang ditemukan di sekitar Situs Purbakala Patiayam. Pendirian museum diadakan pada tahun 2009. 
Pembangunannya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kudus. Kepemilikan dan pengelolaan museum diserahkan kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus. Koleksi utamanya berupa fosil gajah purba. Sedangkan koleksi lainnya meliputi berbagai fosil fauna dan alat-alat batu. Di dalam museum ini terdapat 16 spesies fauna. Alamat museum di Kancilan, Terban, Jekulo, Kudus, Jawa Tengah. 









Museum Situs Patiayam berada di titik koordinat: 6°47’37.5” Lintang Selatan dan 110°56’18.6” Bujur Timur. Akses ke museum dapat dari arah Bandar Udara Jenderal Ahmad Yani dengan jarak tempuh sejauh 72,4 kilometer. Selain itu, dapat pula dari Stasiun Semarang Tawang sejauh 64,9 kilometer, atau dari Terminal Tipe A Jati sejauh 17,9 kilometer.
Museum Patiayam merupakan Museum purbakala yang terletak di Kabupaten Kudus dukuh kancilan desa Terban keamatan Jekulo. Museum ini mempunyai banyak sekali fosil yang ditemukan dari bukit Patiayam.

Museum ini dikelola oleh petugas dari museum yang bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan di Kabupaten Kudus, dan juga berkerja sama dengan museum Sangiran. Awal didirikannya museum Patiayam tidak lepas dari hasil temuan warga yang semakin bertambah, hal ini menyebabkan pertambahan koleksi seperti Stegodon trigonochepalus (gajah purba), Elephas sp (sejenis gajah), Rhinocecos sondaicus (badak), Bos banteng (sejenis banteng), Crocodilus, sp (buaya), Ceruus zwaani dan cervus atau Ydekkeri martim (sejenis rusa), Corvidae (Rusa), Chelonidae (kura-kura), Suidae (Babi hutan), Tridacna (kerang laut), Hipopotamidae (kuda Nil). 
Selama ini pemerintah kabupaten Kudus terus menyelamatkan dan melestarikan hasil temuan warga dengan membangun museum yang bekerjasama dengan Balai Arkeologi Yogyakarta untuk penelitian dan eksavasi.

Lokasi   

Kota Kudus dikenal masyarakat sebagai kota suci umat beraga ma Islam dengan wisata religinya Sunan Kudus atau Sunan Muria. Selain itu kota Kudus juga disebut sebagai Kota Kretek, karena Kudus merupakan penghasil rokok terbesar di Jawa Tengah. 
Namun Ternyata tidak hanya 2 kelebihan tersebut yang bisa kamu ketahui tentang Kota Kudus. Kota ini mempunyai peninggalan purbakala, yaitu Situs Patiayam.

Situs Purbakala Patiayam adalah situs purba di Pegunungan Patiayam, Dukuh Kancilan, Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus. Sekitar 1.500 fosil ditemukan di Patiayam dan kini disimpan di rumah-rumah penduduk. Situs Patiayam merupakan bagian dari Gunung Muria, di tempat ini juga terdapat makam dan Masjid Sunan Muria. Luasnya 2.902,2 ha meliputi wilayah Kudus dan beberapa kecamatan di Pati. 


Sejarah  

Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya saat ini kondisi museum Patiayam lebih bagus. Sebagai bentuk usaha penyelamatan dan pelestarian fosil sebagai cagar budaya, awalnya pada tahun 2005-2010 fosil-fosil yang ditemukan di Situs Patiayam itu dititipkan penyimpanannya di rumah warga setempat bernama Rakiyan Mustofa.
Karena kondisi rumah dirasa jauh dari persyaratan sebagai museum, sehingga nama yang digunakan ketika itu adalah “Rumah Fosil”, yaitu rumah yang kegunaanya untuk menampung penemuan fosil tersebut. Karena temuan semakin banyak, sementara tempat penampungan sudah tidak cukup akhirnya pada tahun 2010-2013 Rumah Fosil dipindahkan ke bangunan eks ruangan Pusat Kesehatan Desa (PKD) milik Desa Terban.
Lokasi ini juga dijadikan tempat penampungan dan penyimpanan fosil sementara. Saat dipindahkan di bangunan PKD itu pengunjung semakin banyak berdatangan. Tidak hanya penduduk lokal warga luar daerah juga banyak penasaran ingin melihat fosil-fosil tersebut. Selain sebagai penampungan temuan fosil lainnya, ruangan itu juga dijadikan ruang display (pamer).

Mengetahui potensi tersebut, tahun 2013 hingga 2014 Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus menyewa lahan Desa setempat untuk membangun Museum. Di tahun ini juga Museum Situs Purbakala Patiayam dikembangkan dan dibangun kembali dengan ukuran yang lebih luas, kurang lebih 12×20 meter persegi, dengan keluasan tanah kurang lebih 7.500 meter persegi.


Selain itu, sebagai pendukung Museum Pemkab Kudus juga membangun Gardu Perlindungan Fosil dilokasi tempat penemuan fosil tersebut. Fungsinya sebagai perlindungan temuan fosil sekaligus sebagai museum alami.
“Sebagai bukti secara langsung ekskavasi dari Balai Arkeologi Jogjakarta pada tahun 2007. Menurut arkeolog tersebut ini merupakan temuan yang spektakuler, hampir satu individu hewan yang utuh, belum tergeser waktu matinya,” penjelasan Bu Siti, yang juga pemilik rumah pertama penampungan fosil tersebut.
Sejarah Penemuan Situs Patiayam dilansir dari Kemdikbud.go.id, fosil-fosil di Patiayam pada awalnya ditemukan oleh seorang naturalis asal Jerman bernama Frans Wilhelm Junghuhn dan seorang pelukis sekaligus intelektual Jawa bernama Raden Saleh. Mereka menemukan fosil-fosil di Pegunungan Patiayam dan Pegunungan Kendeng pada tahun 1857.

Namun penemuan benda purba berupa tulang-tulang berukuran besar itu masih belum dapat dipahami masyarakat pada saat itu. Oleh karena itu, mereka menamakan fosil-fosil itu “balung buto”.
Pada masa selanjutnya, penemuan dan penelitian menghadapi berbagai kendala. Selain karena faktor medan yang sulit, hambatan lain yang dihadapi para peneliti pada waktu itu adalah persaingan dengan penduduk setempat yang menjual fosil-fosil itu kepada pedagang Cina. Waktu itu para tabib Cina menggunakan bubuk yang terbuat dari fosil tulang untuk dijadikan obat.
Oleh karena itu, salah satu pengumpul fosil asal Belanda, Kopral Anthonie de Winter meminta kepada penguasa setempat untuk melarang penduduk mengambil fosil-fosil itu. Walau peraturan sudah keluar, para penduduk tetap mengambil fosil-fosil itu secara sembunyi-sembunyi.
Setelah lama hilang dari peredaran, pada tahun 2005 nama “Patiayam” kembali muncul ke permukaan setelah sebuah koran di Jawa Tengah mengungkapkan tentang adanya temuan fosil gading gajah di tempat itu yang dibawa ke Bandung. Fosil gading gajah itu membuat Situs Patiayam menjadi terkenal dan dijadikan cagar budaya oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah.
Sejak ramainya berita itu, penelitian di Situs Patiayam kembali dilakukan secara intensif. Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, ternyata di tempat itu banyak ditemukan fosil-fosil binatang purba di antaranya monyet, banteng, sapi, kerbau, gajah purba, gajah asia, kuda air, badak, babi, serigala, harimau, buaya, penyu, kura-kura, ikan hiu, dan dugong.
Tak hanya penemuan binatang dan manusia purba, di Situs Patiayam juga ditemukan jejak-jejak kebudayaan masa lampau. Penemuan itu pertama kali dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta pada tahun 2007.
Beberapa jejak-jejak budaya yang ditemukan antara lain perkakas batu, kapak genggam, serut, dan kapak perimbas yang terbuat dari gamping kersikan. Dari situlah dapat disimpulkan bahwa di zaman dulu, manusia purba yang tinggal di Patiayam bermata pencaharian sebagai pemburu binatang.

Situs purba Patiayam memiliki persamaan dengan situs purba Sangiran, Trinil, Mojokerto, dan Nganjuk. Keunggulan komparatif situs Patiayam adalah fosilnya yang utuh dikarenakan peimbunan adalah abu vulkanik halus dan pembentukan fosil berlangsung baik. Di sekitarannya tidak terdapat sungai besar sehingga fosil ini tidak pindah lokasi karena erosi. Keadaan ini berbeda dengan situs purbakala lainnya dimana fosil ditemukan pada endapan kotoran hewan.

Kemegahan Situs Patiayam dan segala peninggalannya dinilai layak untuk diabadikan dalam sebuah karya seni. Pada Oktober 2019, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus mencoba membuat batik tulis bermotif hewan purba agar Patiayam semakin terkenal.

Sejak 22 September 2005 situs Patiayam ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah. Sebelumnya situs ini sudah lama dikenal sebagai salah satu situs manusia purba (hominid) di Indonesia. Sejumlah fosil binatang purba ditemukan penduduk setempat seperti kerbau, gajah, dan tulang lain. Fosil gading gajah purba Stegodon trigonocephalus merupakan primadona Patiayam.

Rangkaian penelitian telah dilakukan di situs ini, mulai dari tahun 1931 saat peneliti asal Belanda Van Es menemukan sembilan jenis fosil hewan vertebrata. Berikutnya hingga tahun 2007 berbagai penelitian dilakukan dan ditemukan 17 spesies hewan vertebrata dan tulang belulang binatang purba antara lain: 
     • Stegodon trigonochepalus (gajah purba), 
     • Elephas sp (sejenis Gajah), 
     • Rhinocecos sondaicus (badak), 
     • Bos banteng (sejenis banteng), 
     • Crocodilus, sp (buaya), 
   • Ceruus zwaani dan Cervus atau Ydekkeri martim (sejenis Rusa) Corvidae (Rusa), 
     • Chelonidae (Kura-Kura), 
     • Suidae (Babi Hutan), 
     • Tridacna (Kerang laut), 
     • Hipopotamidae (Kudanil). 


Suasana

Museum Situs Patiayam berdekatan dengan Situs Purbakala Patiayam. Kegiatan yang dilakukan oleh pengelola museum berkaitan dengan penggalian fosil di Situs Patiayam. Museum Situs Patiayam dijadikan sebagai tempat menganalisa fosil-fosil yang ditemukan oleh arkeolog. 

Keberadaan museum ini juga menjadi tempat pariwisata yang melengkapi beberapa wisata alam lainnya di Kabupaten Kudus. Kegiatan museum yang berkaitan dengan penggalian untuk pencarian fosil dilakukan dengan seizin dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus.
“Untuk temuannya, dari museum ini jaraknya sekitar 1 km, itu yang terdekat. Sementara penyebaran keluasan situs sekitar 3800 hektare, bahkan sampai Kabupaten Pati,”
bu Siti menceritakan tentang sejarah museum kepada saya mengenal koleksi fosil yang ada di ruangan. Pengenalan pertama diawali dengan memperkenalkan sepasang fosil gading gajah purba (Stegodon trigonocephalus) yang diperkirakan ukurannya 3 kali lebih besar dari gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus).
Fosil ini ditemukan pada 4 Maret 2008 oleh penduduk setempat bernama Karmijan, ketika itu dia sedang menggarap ladang di lahan Perhutani kawasan Gunung Slumprit, Patiayam. Ukuran panjang fosil mencapai 3,7 meter, dengan diameter 17 cm dan garis lingkar 55 cm.
Fosil gajah purba ini merupakan temuan pada formasi Slumprit (pleistonsen bawah), diperkirakan umurnya sekitar 750.000-1,5 juta tahun. Di bawah gading tersebut ada juga tulang bagian-bagian tubuh gajah purba lainnya.
Museum Situs Purbakala Patiayam adalah lokasi yang cocok untuk melakukan perjalanan kembali ke masa prasejarah, diantaranya tentang kehidupan dimasa lalu dan tentang misteri evolusi makhluk hidup yang menarik untuk dikaji. Dalam sejarahnya, Gunung Muria dulu bergabung dengan Pulau Jawa hanya selama masa glasial, yaitu ketika air laut surut.

Bergabungnya Gunung Muria dengan Pulau Jawa adalah karena adanya pelumpuran di sepanjang daratan Semarang-Rembang. Akibat adanya proses ilmiah tersebut, akhirnya terbentuk sebuah situs. Di situs Patiayam banyak ditemukan fosil-fosil hewan purba, dikalangan internasional itu merupakan aset yang berharga.
Koleksi Museum Situs Purbakala Patiayam merupakan kategori masa Plestosen sehingga museum ini bisa dijadikan sebagai sumber materi pembelajaran zaman praakasar atau zaman Indonesia purba. Di Museum Patiayam terdapat banyak fosil-fosil binatang dan tumbuhan.
Setidaknya ada 17 spesies yang sudah berhasil diidentifikasi. Selain fosil gading gajah purba juga terdapat fosil anoa purba (Dubois santeng), fosil tempurung kepala dan tanduk Cranium cervus yang tidak lengkap. Ada juga fragmen kepala kerbau purba (Bosbubalus palaeokarabau), fosil tempurung kepala kerbau purba (Bosbibos palaesondaicus) dengan tanduk, fosil kaki depan kuda nil purba (Metatarsal hexaprotodon), fosil fragmen rahang bawah badak (Mandibula rhinoceros), fosil Maxilla monyet atau rahang atas dan gigi geligi, fosil rahang bawah beserta gigi babi hutan (Mandibulla sinsitra Sus sp), fosil fragmen gigi geraham landak (molar Hytricidae), fosil fragmen Cranium felidae.

Selain itu ditemukan pula fosil spesies hewan laut seperti tempurung atas penyu air tawar (Carapace tryonix sp.), fosil gigi hiu dari famili Notorynchus (Dentary Notorynchus sp.), fosil fragmen gigi hiu purba spesies Isurus sp (Dentary isurus sp.), fosil fragmen gigi spesies buaya purba (Dentary crocodylidae)., ada pula fosil fragmen cangkang kerang laut (Cast tonnidae), dan fosil fragmen cangkang kerang laut (Cast tonna allium).
Museum Patiayam sebagai tempat yang meyimpan fosil. Seperti yang diketahui, bahwa Gunung Muria dahulu bergabung dengan pulau Jawa hanya selama masa glasial, yaitu sewaktu air laut surut. Bergabungnya Gunung Muria dengan pulau Jawa adalah karena adanya pelumpuran di sepanjang daratan Semarang-Rembang. Akibat adanya proses ilmiah tersebut, terbentuklah sebuah situs. 
Menurut Bambang G.N, situs merupakan daerah temuan benda-benda purbakala, seperti fosil binatang purba. Situs Patiayam yang berada di Kudus tersebut merupakan aset daerah. Dimana telah ditemukan banyak sekali fosil-fosil hewan purba yang sangat berharga di kalangan internasional. Museum Patiayam memiliki arti penting dalam dunia pendidikan, Museum Patiayam dapat dijadikan sebagai sumber materi pembelajaran zaman praaksara atau zaman Indonesia purba karena koleksi Museum Patiayam merupakan kategori masa Plestosen.

Di museum Purbakala Situs Patiayam, sesuai informasi dibagi menjadi 3 yaitu, 
  • Fauna Darat
  • Fauna Laut
  • Fauna Rawa













Dokumentasi

Berikut beberapa dokumentasi dari koleksi yang ada di Museum Purbakala Situm Patiayam










































































































Informasi Pemotretan 

Pemotretan 
Lokasi pemotretan di 
Detail :
Camera maker : Nikon Corporation
Camera model : Nikon Z5
F Stop : f/4
Exposure time : 1/1000 sec.
ISO Speed : ISO 2500
Focal lengh : 120 mm
Lens : 
Nikon AF-S 24 - 120 mm F/2.8G IF-GED VR NIKKOR

Detail :
Camera maker : Samsung

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "JEJAK GAJAH PURBA DI MUSEUM PURBAKALA PATIAYAM, KUDUS"

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan teman teman, semoga artikel bermanfaat dan silahkan tinggalkan pesan, kesan ataupun komentar.

Popular Posts